Oleh : Annisa Dwi Hafidah (Ketua
Keputrian LDF MII 21, Geografi 2009)
Mbeek..
Mooo... riuh suara yang saat ini familiar untuk kita dengar. Tanah lapang di sepanjang
jalan yang biasanya hanya ditumbuhi rumput liar, kini telah berubah menjadi
susunan kandang – kandang yang ditempati oleh puluhan kambing, sapi, dan
kerbau. Ya, sebentar lagi umat muslim di seluruh dunia akan merayakan hari Idul
Adha. Hari yang euforianya sudah terasa sejak awal memasuki bulan dzulhijah
lalu, hari penuh suka cita bagi setiap manusia, karena pada hari ini mereka
yang memiliki kemampuan lebih sedang menjalankan ibadah haji dan merasakan
nikmatnya melihat ka’bah di tanah suci mekkah. Dan pada hari itu pula, seluruh
umat muslim akan melakukan qurban yang dagingnya nanti akan dibagikan kepada
mereka yang membutuhkan. Sungguh indah jika hal ini dapat terjadi tidak hanya
di bulan ini saja...
Ketika
gema idul adha datang, pasti terbesit di pikiran kita tentang sebuah kisah yang
selalu disampaikan oleh khotib dalam setiap khutbah sholat Idul Adha. Kisah
penuh inspirasi yang entah hanya berlalu saja ketika kisah ini disampaikan atau
kita dapat memaknainya sebagai salah satu pedoman dalam menjalani kehidupan.
Kisah itu adalah kisah keluarga Nabi Ibrahim AS.
Keluarga
Ibrahim AS. tak bisa lepas dari sosok wanita mulia yang patut untuk kita
teladani keimanan dan kesabarannya. Beliau adalah ibunda Siti Hajar, yang dari
rahimnya terlahir anak terbaik yang menjadi contoh teladan berbaktinya seorang
anak kepada orang tua, nabi Ismail AS.
Kemuliaan
ibunda Hajar dapat tergambar dari kisahnya ketika suatu hari Ibrahim AS.
membawanya bersama Ismail yang masih kecil menuju lembah gersang, tandus, dan
kering. Di tempat itu
Ibrahim AS. menurunkannya dan Ismail dengan perbekalan yang kurang memadai.
Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka berdua tanpa berkata - kata. Siti Hajar pun bertanya tentang hal tersebut, “Ibrahim
hendak pergi ke manakah engkau? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah
yang tidak ada sesuatu apapun ini?” Ibrahim AS. tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau
terus saja berjalan, Siti hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi
Ibrahim as tetap membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan
karena kemauannya sendiri. Maka kemudian dia bertanya, “Apakah Allah yang
memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami?” Ibrahim menjawab, “benar“.
Kemudian ia berkata, ”kami tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama
kami. Dia-lah yang telah memerintahkan engkau pergi.”
Saat itulah ujian kesabaran untuk
Siti Hajar dimulai. Ia harus berjuang seorang diri merawat anaknya yang masih
kecil di tempat yang sangat asing baginya. Ketika perbekalannya habis, ia berusaha
sekuat tenaga untuk mencari makanan dan minuman dengan berlari – lari antara
bukit Shafa dan bukit Marwa agar anaknya, Ismail, tidak menangis karena lapar
dan haus yang dirasakannya. Dan benar saja bahwa Allah tidak menyia – nyiakan
perjuangan yang telah dilakukan ibunda Hajar. Sebuah mata air akhirnya muncul
tak jauh dari tempat Ismail berdiam yang sampai saat ini mata air itu tidak
pernah berhenti memancarkan airnya.
Kisah lain yang juga
menggambarkan betapa mulianya seorang Siti Hajar adalah ketika perintah untuk
berqurban datang kepada Ibrahim AS. bahwa ia harus menyembelih anak satu –
satunya yang telah diidamkan selama bertahun – tahun.
“Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shaaffat: 102 )
Kita pasti dapat merasakan betapa
pedihnya hati seorang ibu yang harus menghadapi hal demikian. Tetapi, karena
keimanan dan kesabarannya yang sudah tertanam kuat dalam dirinya, maka ia dapat
menerima perintah Allah tersebut dengan ikhlas. Dan Allah pun akhirnya
mengganti Ismail dengan sebuah kibas.
Itulah contoh teladan dari sosok
ibunda Siti Hajar. Sikap baik sangka kepada Allah, kesabaran, dan rela
berkorban merupakan kunci dari kemuliaannya. Sikapnya tersebut tak lepas dari
peran seluruh keluarga yang dapat membentuknya dengan proses pembinaan yang
panjang dan dilandaskan oleh keimanan kepada Allah SWT. Dan keluarga Ibrahim
AS. pun menjadi contoh keluarga teladan yang bahkan telah terukir dalam firman
– Nya.
“Sesungguhnya telah ada contoh teladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah: 4)
0 komentar:
Post a Comment