Oleh: Dini Rahmawati Akmalia (Koorwat
Dept.BMT, Matematika 2010)
Bulan Muharram merupakan bulan
pertama di tahun hijriyah. Banyak sekali keutamaan yang Allah berikan pada
bulan ini. Dari namanya saja, dahulu orang Arab menamainya dengan nama “syahrul
awwal”, namun Allah menggantinya dengan nama Muharram dengan salah satu
penggalannya, “haram” artinya suci atau haram untuk berperang.
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua
belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(QS.At-Taubah:36)
Empat bulan haram
itu adalah Dzulhijah, Dzulqaidah, Muharram dan Rajab. Pada empat bulan haram
ini kita dilarang oleh Allah untuk menganiaya diri sendiri dengan mengerjakan
perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan
mengadakan peperangan. Jika ditelisik untuk sekarang, bagaimana kita menjaga
agar kedamaian tetap ada di kampus kita.
Bulan Muharram
ini merupakan bulan Allah (syahrullah).
Maka, sesuai dengan sunnah Rasulullah, kita disunnahkan untuk melaksanakan
puasa sunnah pada bulan Muharram.
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan
adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling
utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (H.R.Muslim)
Begitu mulianya
bulan Muharram di hadapan Allah, kita pun harus memuliakan bulan ini dengan
memperbaiki diri. Tidak halnya malaikat yang senantiasa patuh, ataupun setan
yang tidak patuh, manusia memiliki kecenderungan untuk kedua hal itu, patuh
ataupun tidak patuh. Namun, kecenderungan untuk patuh harus ditingkatkan agar
nikmat yang sudah Allah berikan tidak mubazir.
Memperbaiki diri
bisa dimulai dengan mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Sadar atau tidak,
Allah sudah memberikan banyak kenikmatan kepada kita. Sudahkah kita
mensyukurinya? Sudahkah umur yang dititipkan Allah bermanfaat untuk orang lain?
Sudah sejauh mana kita melangkah? Ataukah masih berada di tempat yang sama?
Hingga saat ini, kita masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri.
Bersyukurlah dengan sepenuh hati dan rasakan keikhlasan dalam diri tumbuh.
Kemudian,
introspeksi diri. Melakukan introspeksi diri merupakan hal yang mudah. Kita
hanya perlu melihat perbuatan yang telah lalu dan menganalisa apakah perbuatan
itu berdampak baik untuk diri sendiri dan orang lain. Jika baik, kita harus senantiasa
meningkatkannya. Jika buruk, segera istigfar dan kita harus segera meninggalkan
perbuatan itu dan mengganti dengan perbuatan yang baik.
Namun, yang
menjadi masalah adalah bagaimana kita memulai untuk melangkah sebagai bentuk
evaluasi diri. Kita pasti dihadapkan pada pemikiran bahwa kita mungkin tidak
bisa melakukannya dan hal lainnya. Sehingga, membuat kita tidak bergerak sama
sekali. Pada dasarnya, pikiran kita diawasi oleh dua sudut pandang. Sudut
Kemenangan dan sudut Kekalahan. Kedua sudut ini sangat cepat dalam menjalankan
perintah. Kita hanya perlu menyiapkan mental sedikit saja, baik atau buruk,
maka salahsatu dari mereka akan melangkah maju dan segera bekerja secara
efisien. Oleh karena itu, kita perlu menyiapkan mental untuk kemenangan, maka
pikiran-pikiran positif akan datang dan bekerja untuk kemenangan kita. Selalu
gunakan mental untuk kemenangan. Jangan sampai mental untuk kekalahan selalu
meliputi diri dan bisa dipastikan perbaikan diri tidak akan pernah terjadi.
Percayalah, Kemenangan akan datang pada diri kita.
Marilah kita
gunakan momen Syahrullah ini untuk memperbaiki diri dan menjadi seorang
pemenang. Karena, seorang besi tidak akan pernah tahu bahwa dirinya adalah
besi, jika ia tidak membuktikannya.
0 komentar:
Post a Comment