Mari tunjukkan bahwa kita adalah ummat terbaik.

Wednesday 9 May 2012

Kajian Tafsir Surat Al Fatihah

20:17 Posted by Izzatul Islam FMIPA UI , No comments

  Kajian Tafsir MII      
Kamis, 12 April 2012

Assalaamualaikum warohmatullahi wabarokaatuh

Muqoddimah

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya 793." (QS.Alhijr ayat :9)

Tidak ada satu ideologipun yang sanggup bertahan sampai ratusan tahun lamanya, tetapi Alquran pasti tetap tergaja untuk selamanya dalam keadaan sempurna karena Allah telah berjanji untuk menjaganya dalam ayat di atas. Tidak pantas bagi seorang muslim untuk mencari petunjuk yang bukan bersumber dari Alquran.

"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya." (QS. Az-Zukhruf ayat : 36)

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta..." (QS. Thaahaa ayat:124)


Untuk mencapai derajat sukses, kita membutuhkan petunjuk dan aturan. Ketika kita menggunakan sebuah produk elektronik atau otomotif, maka wajib bagi kita untuk mengikuti petunjuk pemakaian dan operasional. Begitu juga Allah Rabb alam semesta menciptakan manusia lengkap dengan petunjuk operasional hidup, yaitu Alquran. Bila manusia mengabaikan atau berpaling dari petunjuk Alquran dan mengambil ideologi buatan manusia, maka manusia akan disesatkan oleh setan dan celaka di dunia maupun di akhirat. Surat Az-Zukhruf ayat : 36 menunjukkan kita cara berlindung dari setan yaitu dengan berinteraksi dengan Alquran. Dalam praktik sehari-hari, melaksanakan petunjuk Alquran menuntut kita untuk berusaha mengorbankan hawa nafsu. Jalan satu-satunya untuk tetap taat petunjuk Alquran adalah bersabar bersama orang-orang soleh dan bertaqwa. 

"Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan sesuatu azab sebelumnya (datangnya Rasul membawa Al-Quran ini), tentulah mereka akan berkata pada hari kiamat: "Wahai Tuhan kami! Mengapa Engkau tidak mengutuskan kepada kami seorang Rasul supaya kami menurut ayat-ayat keteranganMu yang dibawanya, sebelum kami menjadi hina (dengan azab di dunia), dan mendapat malu (dengan azab di akhirat)?". (QS. Taha Ayat : 134)

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui. Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (QS. Albaqoroh ayat 21-24)

Tafsir Alfatihah

Oleh: Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di

Pengantar Admin Ulamasunnah:
Al-Fatihah adalah surat yang paling sering kita baca. Dalam satu hari, seorang muslim minimal membacanya sebanyak 17 kali dalam setiap rakaat shalatnya. Untuk lebih menghayati bacaan kita terhadap surat ini di dalam shalat, marilah kita baca bersama tafsir surat ini.

Berikut ini adalah tafsir surat Al-Fatihah ringkas yang kami terjemahkan dari Taisir Karimir Rahman karya As-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah.

Beliau berkata di dalam tafsir beliau,

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (1) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (2) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (3) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (4) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (5) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ (6) غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ (7)

بِسْمِ اللهِ
“Dengan nama Allah”

Allah: Memulai dengan seluruh nama Allah ta’ala. Karena lafazh اسم (nama) adalah mufrad mudhaf (kata tunggal yang disandarkan pada sesuatu -pent.), maka ini dibawa kepada keumuman keseluruhan asmaul husna.

Allah berarti Yang Disembah, Yang Diibadahi. Yang berhak untuk ditunggalkan dalam peribadahan, ini karena Allah disifatkan dengan sifat yang termasuk sifat uluhiyah. Sifat ini adalah sifat kesempurnaan.

الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”

Dua nama yang menunjukkan bahwa Allah ta’ala memiliki rahmat yang luas dan agung, yang meluas kepada segala sesuatu, meliputi seluruh makhluk hidup. Allah juga menentukan rahmat bagi orang-orang yang bertaqwa, yang mengikuti para nabi dan rasul-Nya. Maka, bagi mereka inilah rahmat yang mutlak. Dan barangsiapa yan berpaling, maka dia tetap mendapatkan bagian rahmat tersebut.

Ketahuilah, sesungguhnya termasuk ke dalam kaidah yang telah disepakati oleh salaful ummah serta para imam adalah beriman kepada nama dan sifat Allah, serta hukum-hukum sifat tersebut.
Sebagai contoh, mereka beriman bahwa Allah itu Rahman dan Rahim. Allah memiliki rahmat, yang dengan sifat rahmat itulah Allah disifati. Sifat ini dikaitkan dengan makhluk yang dirahmati. Maka segala macam kenikmatan merupakan atsar (tanda) dari rahmat Allah. Begitupula dalam setiap nama-nama Allah.

Disebutkan pada sifat Al-Aliim: Allah itu Maha Mengetahui dan memiliki ilmu. Dengan ilmu tersebut Allah mengetahui segala sesuatu. Begitu juga dengan Qadiir: Allah itu memiliki pengaturan, mengatur segala sesuatu.

الْحَمْدُ لِلَّهِ
“Segala puji hanya bagi Allah”

Ini merupakan pujian kepada Allah dengan sifat kesempurnaan. Dengan perbuatan-perbuatan-Nya yang mencakup di antara keutamaan dan keadilan. Maka bagi-Nyalah pujian yang sempurna dari segala sisi.

رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Rabb semesta alam”

Ar-Rabb adalah yang mengatur semesta alam ini. Alam adalah yang selain Allah ta’ala. Pengaturan Allah dengan menciptakan alam, menyiapkan kebutuhannya, dan memberikan kepada mereka nikmat yang agung yang apabila mereka cari mereka tidak akan dapat memperolehnya dengan kekekalan. Nikmat yang ada pada mereka adalah nikmat dari Allah.

Tarbiyah Allah terhadap ciptaan-Nya ada dua jenis: umum dan khusus.
Adapun yang umum adalah menciptakan para makhluk, memberi rizki kepada mereka, dan menunjuki mereka apa-apa yang memberikan mashlahat bagi mereka, ini merupakan ketetapan bagi mereka di dunia.

Adapun yang khusus adalah tarbiyah Allah bagi para wali-Nya. Allah mentarbiyah mereka dengan iman, memberikan taufiq kepada mereka dengan iman tersebut, menyempurnakan mereka dan mencegah mereka dari berpaling (dari keimanan tersebut –pent). Dan Allah juga mencegah hambatan-hambatan yang memalingkan mereka dari Allah.

Dan hakikatnya adalah tarbiyah taufiq dalam semua kebaikan dan terjaga dari segala macam keburukan. Makna ini merupakan inti keadaan kebanyakan doa para nabi dengan lafzh Rabb, karena seluruh permintaan mereka masuk di bawah rububiyah yang khusus.

Maka firman Allah “Rabbil ‘Aalamiin” menunjukkan keesaan Allah dalam penciptaan, pengaturan nikmat, kesempurnaan kekayaan Allah, serta benar-benar butuhnya yang selain Allah kepada-Nya dari segala sisi.

Maka firman Allah “Rabbil ‘Aalamiin” menunjukkan keesaan Allah dalam penciptaan, pengaturan nikmat, kesempurnaan kekayaan Allah, serta benar-benar butuhnya yang selain Allah kepada-Nya dari segala sisi.

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“Yang Menguasai Hari Pembalasan”

Al-Maalik adalah yang disifati dengan sifat penguasaan yang ditandai dengan dia memerintah dan melarang, memberikan pahala dan hukuman, mengatur apa yang dia kuasai dengan segala bentuk pengaturan. Dan menggolongkan apa yang dia kuasai pada hari pembalasan.

Hari pembalasan adalah hari kiamat. Hari di mana manusia dibalas atas amalan-amalan mereka, yang baik maupun yang buruk. Karena pada hari tersebut, kesempurnaan kerajaan Allah serta keadilan-Nya akan benar nampak sempurna bagi para makhluk. Begitu juga akan nampak keterputusan kekuasaan para makhluk. Sehingga pada hari itu akan sama kedudukannya para raja dan rakyat jelata, seorang budak dan seorang yang merdeka. Semua mereka tunduk karena keagungan Allah, merendah karena kebesaran Allah, mereka menunggu balasan dari Allah, mengharap pahala-Nya, takut akan hukuman-Nya. Oleh karena itulah Allah mengkhususkan penyebutan hal ini (yaitu bahwa Dia penguasa hari pembalasan –pent). Allah-lah yang menguasai hari pembalasan serta hari-hari selainnya.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”

Artinya, “Kami mengkhususkan Engkau semata dalam peribadahan dan isti’anah (permintaan tolong)”. Karena didahulukannya al-ma’mul (obyek, dalam hal ini adalah kata Engkau (Allah) –pent.) memberikan faedah pembatasan. Yaitu menetapkan hukum bagi yang disebutkan, dan menafikan hukum dari yang selainnya. Ini seolah-olah anda berkata “Kami menyembah kepada-Mu, dan kami tidak menyembah yang selain Engkau. Kami tidak pula meminta pertolongan dari yang selain Engkau”.

Di sini, ibadah didahulukan daripada isti’anah. Maksudnya adalah mendahulukan perkara yang umum baru kemudian yang khusus serta perhatian dengan mendahulukan hak Allah ta’ala daripada hak hamba-Nya.

“Ibadah” adalah sebuah nama yang mengumpulkan perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa amalan maupun ucapan yang zhahir maupun yang batin. “Isti’anah” adalah menyandarkan diri kepada Allah untuk memperoleh manfaat dan menolak mudharat, disertai dengan tsiqah (keyakinan) bahwa Allah-lah yang mewujudkan hal tersebut.

Menegakkan ibadah dan isti’anah kepada Allah merupakan perantara untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi dan selamat dari segala bentuk kejelekan. Tidak ada jalan keberhasilan melainkan dengan menegakkan keduanya. Hanya saja, ibadah itu disebut ibadah jika diambil dari (contohan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dimaksudkan untuk wajah Allah. Dengan dua perkara ini maka dia disebut ibadah.

Penyebutan Isti’anah setelah ibadah -padahal isti’anah itu juga termasuk ke dalam ibadah- adalah karena butuhnya hamba kepada istia’anah kepada Allah dalam setiap peribadahan. Sebab, tanpa pertolongan Allah, dia tidak akan memperoleh apa yang dia inginkan dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah tadi

            Pengutip: Ardani Dahiyu Munaqi (Ketua Departemen Keremajaan Musholla)
Nara Sumber: Ust. Abdu Shomad

0 komentar:

Post a Comment