Wanita, manusia yang seringkali disebut sebagai makhluk halus itu kini berubah renta. Wajah kisut, pipi keriput, rambut memutih adalah gambaran yang muncul ketika cermin menghadapnya. Bekas-bekas perjuangan terpancar dari tatap bola matanya. Peluh-peluh membusur di kening lebarnya. Pendengaran, penglihatan, dan gerakan yang tak lagi sempurna menjadi tanda sampainya garis finish juang mereka. Ya, wanita. Bermodal naluri dan perasaan yang kuat, wanita memikul beban berat di kedua pundaknya: penggubah dunia – pelukis sejarah. Sebegitu pentingkah peran wanita untuk dunia?
Islam memposisikan wanita lebih satu derajat di atas laki-laki. Tidak seperti apa yang sering digembar-gemborkan kaum feminis tentang emansipasi wanita yang melenceng dari ajaran Islam, wanita diberikan kelebihan dan keistimewaan yang tidak terdapat pada pria. Menstruasi, melahirkan, hingga masalah harta, semua telah diatur rapi dalam agama. Saat menstruasi, wanita diberikan keringanan untuk tidak melaksanakan shalat dan shaum. Mereka diberikan kemudahan untuk mengganti shaum wajibnya di hari lain saat tidak haid, sedangkan dalam shalatnya, ia mendapat “masa istirahat sementara.” Sejatinya wanita adalah ladang bagi suaminya untuk memperoleh keturunan. Akan tetapi apabila saat melahirkan ia meninggal dunia, insya Allah ia mendapatkan gelar syahid atas perjuangannya mengadu nyawa. Dalam urusan harta warisan, wanita memang hanya mendapatkan separuh dari satu bagian harta laki-laki. Bukan karena tidak adanya keadilan Allah disana, tapi sungguh harta yang jumlahnya kurang dari para laki-laki itu hanya menjadi milik pribadinya dan para wanita tidak perlu menyerahkan kepada suaminya. Sedangkan saat para lelaki atau suami menerima warisan, maka sudah menjadi kewajiban laki-laki itu untuk menggunakan hartanya demi kebutuhan seluruh keluarga, anak-anak, dan istrinya.
Wanita adalah tonggak perkembangan umat, sebagaimana perannya sebagai ummul madrasah, yaitu ibu yang mendidik anak-anaknya. Saat putra-putrinya muncul sebagai juara kelas, sudah tentu ibundanya dipandang sebagai ibu yang hebat dan cerdas. Saat ayah dari putra-putrinya berhasil dalam bisnis, dakwah, dan usahanya, istri (muslimah) tampil sebagai pendamping terbaik dalam keluarganya. Begitu pun sebaliknya, saat putra-putrinya terpuruk dalam peringkat kelas, orang pertama yang dipertanyakan perannya adalah sang ibu.
Sebagai seorang istri, muslimah (wanita) diberi amanah yang besar untuk menjaga keutuhan keluarganya. Untuk suaminya, muslimah wajib mennutup rapat-rapat rahasia suaminya. Untuk keluarganya, muslimah diberikan kepercayaan dalam menjaga harta milik keluarga.
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah Saw bersabda “Sebaik-baik wanita adalah yang menawan hatimu bila engkau pandang, taat manakala engkau perintah, dan menjaga hartamu serta memelihara kehormatan diri-nya ketika engkau tidak ada di rumah.”(HR. Ibnu Jarir dan Al-Baihaqi).
Selain diberikan ladang pahala yang besar untuk baktinya sebagai zaujatul muthi’ah (istri yang taat pada suaminya), muslimah dijadikan perhiasan mulia yang tak tertandingi. Sebagaimana hadits Nabi:
“Dunia adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (HR.Muslim dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash)
Sungguh betapa dibutuhkan perjuangan untuk mendapatkan kesenangan di akhirat, sementara itu Allah telah memberikan jalan kemudahan untuk para muslimah mencapai surga-Nya. Dengan berbakti kepada suaminya, ia sudah meniti jalan meraih surga terindah-Nya.
"Apabila seorang isteri telah mendirikan sholat lima waktu dan berpuasa bulan Ramadhan dan memelihara kehormatannya dan mentaati suaminya, maka diucapkan kepadanya: Masuklah Surga dari pintu surga mana saja yang kamu kehendaki."
(Riwayat Ahmad dan Thabrani)
(Riwayat Ahmad dan Thabrani)
Istri shalihah adalah gelar tertinggi bagi para wanita khususnya muslimah di dunia. Namun, bukan sesuatu yang mustahil bagi kaum hawa untuk mendapatkan gelar mulia tersebut. Sosok istri shalihah dapat kita bangun dari dalam diri kita sendiri dengan langkah awal mencocokkan diri sebagai mar’atusshalihah atau wanita shalihah. Ini akan menjadi keuntungan bagi diri kita sendiri untuk mendapatkan laki-laki yang shalih.
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An Nur: 26)
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An Nur: 26)
Sebagai langkah awal, menutup aurat adalah keutamaan dalam meniti jalan menuju ridha-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suai mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”[An Nuur:31]
Dalam menutup aurat hendaknya kita bersungguh-sungguh dan hanya mengharap rahmat Allah Subhanahu Wata’ala. Menutup aurat tidaklah merupakan kewajiban yang sia-sia karena keselamatan diri kita pun akan terjamin dengan melakukannya. Sabda Rasulullah:
“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim).
Jadi, apakah kita masih harus menunggu hingga mendapat hidayah untuk menutup aurat? Masihkah kita menunggu saat-saat yang “tepat” untuk memulai langkah penuh kebaikan ini?
“Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416).
Wahai wanita calon penghuni surga, berlian penggubah dunia, pendidik calon-calon generasi emas, marilah kita awali langkah meniti surga yang berhujan pahala dan rahmat-Nya mulai detik ini sebagaimana peranan kita yang luar biasa, “berlian penggubah dunia”. Semoga Allah memberikan kita kemudahan dan keteguhan dalam menjalani usaha kita. Aamiin Allahumma Aamiin..
Departemen Kemuslimahan
Musholla Izzatul Islam 21
Musholla Izzatul Islam 21
#Dekat Bersahabat
0 komentar:
Post a Comment